1. Sejarah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
Sejarah PLTS tidak terlepas dari penemuan
teknologi sel surya berbasis silikon pada tahun 1941. Ketika itu Russell Ohl
dari Bell Laboratory mengamati silikon polikristalin akan membentuk built
in junction, karena adanya efek segregasi pengotor yang terdapat pada
leburan silikon. Jika berkas foton mengenai salah satu sisi junction,
maka akan terbentuk beda potensial di antara junction, dimana elektron
dapat mengalir bebas. Sejak itu penelitian untuk meningkatkan efisiensi
konversi energi foton menjadi energi listrik semakin intensif dilakukan.
Berbagai tipe sel surya dengan beraneka bahan dan konfigurasi geometri pun
berhasil dibuat.
2. Cara Pemanfaatan Energi Surya
Pembangkit
listrik tenaga surya (PLTS) merupakan jenis pembangkit energi listrik
alternatif yang dapat mengkonversi energi cahaya menjadi energi listrik. Secara
umum, ada dua cara pembangkit listrik tenaga surya untuk dapat menghasilkan
energi listrik, yaitu :
·
Pembangkit Listrik
Surya Termal (Solar Thermal Power Plants)
Dalam pembangkit ini, energi cahaya matahari akan
digunakan untuk memanaskan suatu fluida yang kemudian fluida tersebut akan
memanaskan air. Air yang panas akan menghasilkan uap yang digunakan untuk
memutar turbin sehingga dapat menghasilkan energi listrik.
·
Pembangkit Surya
Fotovoltaik (Solar Photovoltaic Plants)
Pembangkit jenis ini memanfaatkan sel surya (solar
cell) untuk mengkonversi radiasi cahaya menjadi energi listrik secara
langsung.
2.1.
Pembangkit Listrik Surya Termal
Pembangkit Listrik
Termal Surya dapat bekerja dalam berbagai cara. Pembangkit ini juga biasa
dikenal sebagai pembangkit listrik surya terkonsentrasi (concentrated solar
power plants). Tipe yang paling banyak digunakan adalah desain parabola
cekung. Cermin parabola dirancang untuk menangkap dan memfokuskan berkas cahaya
ke satu titik fokus, seperti seorang anak yang menggunakan kaca pembesar untuk
membakar kertas. Pada titik fokus tersebut terdapat pipa hitam yang panjangnya
sepanjang cermin tersebut. Didalam pipa tersebut terdapat fluida yang
dipanaskan hingga temperatur yang sangat tinggi, seringkali diatas 300 derajad
fahrenheit (150 derajad celcius). Fluida panas tersebut dialirkan dalam pipa
menuju ke ruang pembangkitan energi listrik untuk memasak air, menghasilkan uap
air dan menghasilkan energi listrik.
2.2.
Pembangkit Surya Fotovoltaik
Efek fotovoltaik pertama kali dikenali pada tahun 1839
oleh fisikawan Perancis Alexandre-Edmond Becquerel. Akan tetapi, sel surya yang
pertama dibuat baru pada tahun 1883 oleh Charles Fritts, yang melingkupi
semikonduktor selenium dengan sebuah lapisan emas yang sangat tipis untuk
membentuk sambungan-sambungan. Alat tersebut hanya memiliki efisiensi 1%.
Russell Ohl mematenkan sel surya modern pada tahun 1946 (U.S. Patent 2,402,662
, "Light sensitive device"). Masa emas teknologi tenaga surya tiba
pada tahun 1954 ketika Bell Laboratories, yang bereksperimen dengan
semikonduktor, secara tidak disengaja menemukan bahwa silikon yang di doping
dengan unsur lain menjadi sangat sensitif terhadap cahaya.
Hal ini menyebabkan dimulainya proses produksi sel
surya praktis dengan kemampuan konversi energi surya sebesar sekitar 6 persen.
Gambar di atas mengilustrasikan transfer energi dari
matahari ke bagian-bagian Bumi. Dapat terlihat bahwa sekitar setengah dari
enerdi masukan diserap oleh air dan daratan, sedangkan yang lainnya
diradiasikan kembali ke luar angkasa. (nilai 1 PW = 1015 W).
Modul surya (fotovoltaic) adalah
sejumlah sel surya yang dirangkai secara seri dan paralel, untuk meningkatkan
tegangan dan arus yang dihasilkan sehingga cukup untuk pemakaian sistem catu
daya beban. Untuk mendapatkan keluaran energi listrik yang maksimum maka
permukaan modul surya harus selalu mengarah ke matahari.
Komponen utama sistem surya fotovoltaik adalah modul
yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya fotovoltaik. Untuk membuat modul
fotovoltaik secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film.
Modul fotovoltaik kristal dapat dibuat dengan teknologi yang relatif sederhana,
sedangkan untuk membuat sel fotovoltaik diperlukan teknologi tinggi. Modul
fotovoltaik tersusun dari beberapa sel fotovoltaik yang dihubungkan secara seri
dan parallel.
Pembangkit fotovoltaik ini sangatlah sederhana.
Beberapa panel surya dipasang sehingga membentuk array. Masing-masing panel
akan mengumpulkan energi cahaya dan mengkonversikannya secara langsung menjadi
energi listrik. Energi listrik ini dapat dialirkan ke jaringan listrik. Saat
ini, pembangkit surya fotovoltaik masih jarang ditemukan. Hal ini dikarenakan
pembangkit listrik surya termal saat ini lebih efisien untuk memproduksi energi
listrik dalam skala besar.
Sel Surya
Sel surya atau
sel fotovoltaik adalah sebuah alat yang mengubah cahaya menjadi arus listrik
dengan menggunakan efek fotolistrik. Sel surya pertama diciptakan oleh Charles
Fritts pada tahun 1880. Pada tahun 1931 seorang insinyur Jerman, Dr Bruno
Lange, mengembangkan sel fotovoltaik menggunakan selenida perak di tempat
oksida tembaga. Meskipun sel prototipe selenium mengkonversi kurang dari 1%
dari cahaya menjadi listrik, Ernst Werner von Siemens dan James Clerk Maxwell
mengakui penemuan ini sangatlah penting. Setelah karya Russell Ohl pada
1940-an, peneliti Gerald Pearson, Calvin Fuller dan Daryl Chapin menciptakan
sel surya silikon pada tahun 1954. Sel-sel surya awal biaya 286 USD/watt dan
mencapai efisiensi dari 4,5-6%.
Tipe Sel Surya
Ditinjau dari konsep struktur
kristal bahannya, terdapat tiga tipe utama sel surya, yaitu sel surya berbahan
dasar monokristalin, poli (multi) kristalin, dan amorf. Ketiga tipe ini telah
dikembangkan dengan berbagai macam variasi bahan, misalnya silikon, CIGS, dan
CdTe.
Berdasarkan kronologis perkembangannya,
sel surya dibedakan menjadi sel surya generasi pertama, kedua, dan ketiga.
Generasi pertama dicirikan dengan pemanfaatan wafer silikon sebagai struktur
dasar sel surya; generasi kedua memanfaatkan teknologi deposisi bahan untuk
menghasilkan lapisan tipis (thin film) yang dapat berperilaku sebagai
sel surya; dan generasi ketiga dicirikan oleh pemanfaatan teknologi bandgap
engineering untuk menghasilkan sel surya berefisiensi tinggi dengan konsep
tandem atau multiple stackes.
Kebanyakan sel surya yang diproduksi
adalah sel surya generasi pertama, yakni sekitar 90% (2008). Di masa depan,
generasi kedua akan makin populer, dan kelak akan mendapatkan pangsa pasar yang
makin besar. European Photovoltaic Industry Association (EPIA)
memperkirakan pangsa pasar thin film akan mencapai 20% pada tahun 2010. Sel
surya generasi ketiga hingga saat ini masih dalam tahap riset dan pengembangan,
belum mampu bersaing dalam skala komersial.
Prinsip Kerja Sel Surya
Bahan sel surya sendiri terdiri
kaca pelindung dan material adhesive transparan yang melindungi bahan sel surya
dari keadaan lingkungan, material anti-refleksi untuk menyerap lebih banyak
cahaya dan mengurangi jumlah cahaya yang dipantulkan, semi-konduktor P-type dan N-type (terbuat
dari campuran Silikon) untuk menghasilkan medan listrik, saluran awal dan
saluran akhir (tebuat dari logam tipis) untuk mengirim elektron ke perabot
listrik.
Cara kerja sel surya identik dengan
piranti semikonduktor dioda. Ketika cahaya bersentuhan dengan sel surya dan
diserap oleh bahan semi-konduktor, terjadi pelepasan elektron. Apabila elektron
tersebut bisa menempuh perjalanan menuju bahan semikonduktor pada lapisan yang
berbeda, terjadi perubahan sigma gaya-gaya pada bahan. Gaya tolakan antar bahan
semi-konduktor, menyebabkan aliran medan listrik. Dan menyebabkan elektron
dapat disalurkan ke saluran awal dan akhir untuk digunakan pada perabot
listrik.
2.3.
Gaya Gerak Listrik
pada Energi Surya
Secara sederhana, proses pembentukan gaya gerak
listrik (GGL) pada sebuah sel surya adalah sebagai berikut:
1.
Foton dari cahaya
matahari menumbuk panel surya kemudian diserap oleh material semikonduktor
seperti silikon.
2.
Elektron (muatan
negatif) terlempar keluar dari atomnya, sehingga mengalir melalui material
semikonduktor untuk menghasilkan listrik. Muatan positif yang disebut hole
(lubang) mengalir dengan arah yang berlawanan dengan elektron pada panel surya
silikon.
3.
Gabungan/susunan
beberapa panel surya mengubah energi surya menjadi sumber daya listrik DC.
Ketika sebuah foton menumbuk sebuah lempeng silikon,
salah satu dari tiga proses kemungkinan terjadi, yaitu:
1.
Foton dapat melewati
silikon; biasanya terjadi pada foton dengan energi rendah.
2.
Foton dapat
terpantulkan dari permukaan.
3.
Foton tersebut dapat
diserap oleh silikon yang kemudian:
o
Menghasilkan panas,
atau
o
Menghasilkan pasangan
elektron-lubang, jika energi foton lebih besar daripada nilai celah pita
silikon.
Ketika sebuah foton diserap, energinya diberikan ke
elektron di lapisan kristal. Biasanya elektron ini berada di pita valensi, dan
terikat erat secara kovalen antara atom-atom tetangganya sehingga tidak dapat
bergerak jauh dengan leluasa. Energi yang diberikan kepadanya oleh foton
mengeksitasinya ke pita konduksi, dimana ia akan bebas untuk bergerak dalam
semikonduktor tersebut. Ikatan kovalen yang sebelumnya terjadi pada elektron
tadi menjadi kekurangan satu elektron; hal ini disebut hole (lubang).
Keberadaan ikatan kovalen yang hilang menjadikan elektron yang terikat pada
atom tetangga bergerak ke lubang, meniggalkan lubang lainnya, dan dengan jalan
ini sebuah lubang dapat bergerak melalui lapisan kristal. Jadi, dapat dikatakan
bahwa foton-foton yang diserap dalam semikonduktor membuat pasangan-pasangan
elektron-lubang yang dapat bergerak.
Sebuah foton hanya perlu memiliki energy lebih besar
dari celah pita supaya bisa mengeksitasi sebuah elektron dari pita valensi ke
pita konduksi. Meskipun demikian, spektrum frekuensi surya mendekati spektrum
radiasi benda hitam (black body) pada ~6000 K, dan oleh karena itu banyak
radiasi surya yang mencapai Bumi terdiri atas foton dengan energi lebih besar
dari celah pita silikon. Foton dengan energi yang cukup besar ini akan diserap oleh
sel surya, tetapi perbedaan energi antara foton-foton ini dengan celah pita
silikon diubah menjadi kalor (melalui getaran lapisan kristal yang disebut
fonon) bukan dalam bentuk energi listrik yang dapat digunakan selanjutnya.
Skema Sambungan P-N
Sel surya yang paling banyak dikenal dibentuk sebagai
daerah luas sambungan P-N yang dibuat dari silikon. Sebagai penyederhanaan,
seseorang dapat dibayangkan menempel selapis silikon tipe-n dengan selapis
silikon tipe-p. Pada prakteknya, sambungan P-N tidak dibuat seperti ini, tetapi
dengan cara pendifusian pengotor tipe-n ke satu sisi dari wafer tipe-p (atau
sebaliknya).
Jika sebagian silikon tipe-p diletakkan berdekatan
dengan sebagian silikon tipe-n, maka akan terjadi difusi elektron dari daerah
yang memiliki konsentrasi elektron tinggi (sisi sambungan tipe-n) ke daerah
dengan konsentrasi elektron rendah (sisi sambungan tipe-p). Ketika elektron
berdifusi melewati sambungan p-n, mereka bergabung dengan lubang di sisi
tipe-p. Difusi pembawa tidak terjadi tanpa batas karena medan listrik yang
dibuat oleh ketidakseimbangan muatan pada kedua sisi sambungan yang dibuat oleh
proses difusi ini. Medan listrik yang terbentuk sepanjang sambungan p-n membuat
sebuah dioda yang mengalirkan arus dalam satu arah sepanjang sambungan.
Elektron bisa bergerak dari sisi tipe-n ke sisi tipe-p, sedangkan lubang dapat
lewat dari sisi tipe-p ke sisi tipe-n. Daerah dimana elekron telah berdifusi
sepanjang sambungan ini disebut sebagai daerah deplesi karena ia tidak lagi
mengandung pembawa muatan bebas. Hal ini juga dikenal sebagai "space
charge region".
3. Pemakaian Energi Surya
Di Indonesia sistem photovoltaic telah dimanfaatkan
antara lain untuk penerangan (rumah tangga, jalan), pompa air, catu daya bagi
perangkat telekomunikasi, TV umum, pendingin (antara lain untuk obat-obatan),
rambu-rambu laut, penerangan untuk menangkap ikan dan aplikasi lainnya.
3.1.
Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS) Skala Rumah Tangga
3.1.1. Komponen-Komponen
Untuk memasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS)
skala rumah tanggal, komponen-komponen yang digunakan adalah
:
- Solar Panel / Panel
Surya : alat untuk mengkonversi energi cahaya matahari menjadi
energi listrik. Sebuah sel surya dapat menghasilkan tegangan kurang lebih 0.5
volt. Jadi sebuah panel surya / solar cell 12 Volt terdiri dari kurang lebih 36
sel.
- Charge Controller : alat
untuk mengatur arus dan tegangan yang akan masuk ke baterai. Tegangan dan arus
yang masuk ke baterai harus sesuai dengan yang diinginkan. Bila lebih besar
atau lebih kecil dari range yang ditentukan, maka baterai atau peralatan yang
lain akan mengalami kerusakan. Selain itu, charge controller juga berfungsi
sebagai penjaga agar daya keluaran yang dihasilkan tetap optimal. Sehingga
dapat tercapai Maximum Power Point Tracking (MPPT).
Charge controller secara
umum melindungi dari gangguan-gangguan seperti diterangkan berikut :
§ LVD, Low voltage disconnect, apabila
tegangan dalam battery rendah, ~11.2 V, maka untuk sementara beban
tidak dapat dinyalakan. Apabila tegangan battery sudah melewati 12V, setelah di
charge oleh modul surya, maka beban akan otomatis dapat dinyalakan lagi (reconnect).
§ HVD, High Voltage disconnect, memutus
listrik dari modul surya jika battery/accu sudah penuh. Listrik dari modul
surya akan dimasukkan kembali ke battery jika voltage battery kembali turun.
§ Short circuit protection, menggunakan electronic fuse (sekering)
sehingga tidak memerlukan fuse pengganti. Berfungsi untuk melindungi sistem
PLTS apabila terjadi arus hubung singkat baik di modul surya maupun pada beban.
Apabila terjadi short circuit maka jalur ke beban akan dimatikan sementara,
dalam beberapa detik akan otomatis menyambung kembali.
§ Reverse Polarity,
melindungi dari kesalahan pemasangan kutub (+) atau (-).
§ Reverse Current, melindungi
agar listrik dari baterai atau aki tidak mengalir ke modul surya pada malam
hari.
§ PV Voltage Spike,
melindungi tegangan tinggi dari modul pada saat baterai tidak disambungkan ke
controller.
§ Lightning Protection,
melindungi terhadap sambaran petir (s/d 20,000 volt).
- Inverter : alat elektronika daya
yang dapat mengkonversi tegangan searah (DC – direct current)
menjadi tegangan bolak-balik (AC – alternating current).
- Baterai, adalah perangkat kimia untuk
menyimpan tenaga listrik dari tenaga surya. Tanpa baterai, energi surya hanya
dapat digunakan pada saat ada sinar matahari.
Berikut adalah diagram instalasi pembangkit listrik
tenaga surya skala rumah tangga
Dari diagram pembangkit listrik tenaga
surya diatas dapat diketahui bahwa beberapa panel surya di paralel untuk
menghasilkan arus yang lebih besar. Combiner digunakan untuk
menghubungkan kaki positif panel surya satu dengan yang lainnya. Begitu pula
untuk kaki negatifnya. Ujung kaki positif panel surya dihubungkan ke kaki
positif charge controller dan begitu pula untuk kaki negatifnya.
Tegangan panel surya yang dihasilkan akan digunakan oleh charge
controller untuk mengisi baterai. Untuk menghidupkan beban perangkat
dengan arus AC, seperti : Televisi, Radio, komputer, dll, arus baterai yang
merupakan arus DC harus diubah terlebih dahulu menjadi AC dengan menggunakan
inverter. Untuk mengukur jumlah energi listrik yang telah dihasilkan oleh panel
surya dapat digunakan kWh meter. Untuk melindungi panel surya dan perangkat
lainnya dari gangguan, maka digunakanlah panel pemutus AC.
Pada pembangkit listrik tenaga surya (PLTS)
skala rumah tangga, biasanya sering terjadi Islanding. Islanding adalah
terjadinya pemutusan aliran listrik pada jaringan distribusi yang dimiliki oleh
perusahaan listrik ketika PLTS tetap bekerja. Hal ini dapat terjadi karena
adanya kerusakan pada jaringan distribusi listrik. Agar tidak merusak PLTS,
digunakanlah power conditioner. Alat ini berfungsi untuk mendeteksi
terjadinya Islanding dan dengan segera menghentikan kerja PLTS. Power
conditioner biasanya menjadi satu dengan inverter.
3.1.2. Perhitungan (PLTS) Skala Rumah Tangga
Sebelum menentukan kapasitas sel surya
yang sesuai dengan kebutuhan suatu rumah, alangkah baiknya sebelumnya untuk
melakukan perhitungan terlebih dahulu. Langkah-langkah sebelum menentukan sel
surya yang tepat untuk dibeli adalah
·
Jumlah daya yang
dibutuhkan dalam pemakaian sehari-hari (watt).
·
Berapa besar arus
yang dihasilkan solar cells panel (dalam ampere hour), dalam hal ini
memperhitungkan berapa jumlah panel surya yang harus dipasang.
·
Berapa unit baterai
yang diperlukan untuk kapasitas yang diinginkan dan pertimbangan penggunaan
tanpa sinar matahari. (ampere hour).
·
Berikut adalah contoh
perhitungan untuk mendapatkan jumlah panel sel surya yang sesuai dengan
kebutuhan rumah tangga.
Perhitungan Keperluan Daya
·
Penerangan rumah: 10
lampu CFL @ 15 watt x 4 jam sehari = 600 watt hour.
·
Televisi 21″: @ 100
watt x 5 jam sehari = 500 watt hour
·
Kulkas 360 liter : @
135 watt x 24 jam x 1/3 (karena compressor kulkas tidak selalu hidup, umumnya
mereka bekerja lebih sering apabila kulkas lebih sering dibuka pintu) = 1080
watt hour
·
Komputer : @ 150 Watt
x 6 jam = 900 watt hour
·
Perangkat lainnya =
400 watt hour
·
Total kebutuhan daya
= 3480 watt hour
Perhitungan Jumlah
Panel Surya
·
Jumlah solar cells
panel yang dibutuhkan, satu panel kita hitung 100 watt (perhitungan adalah 5
jam maksimum tenaga surya):
·
Kebutuhan solar cells
panel : (3480 / 100 / 5) = 7 panel surya.
Perhitungan Jumlah
Baterai
·
Jumlah kebutuhan
baterai 12 Volt dengan masing-masing 100 Ah:
·
Kebutuhan baterai
minimun (baterai hanya digunakan untuk 50% pemenuhan kebutuhan listrik), dengan
demikian kebutuhan daya kita kalikan 2 x lipat : 3480 x 2 = 6960 watt hour =
6960 / 12 volt / 100 Amp = 6 batere 100 Ah.
·
Kebutuhan baterai
(dengan pertimbangan dapat melayani kebutuhan 3 hari tanpa sinar matahari) :
3480 x 3 x 2 = 20880 watt hour = 20880 / 12 volt / 100 Amp = 17 batere 100 Ah.
3.2.
Aplikasi SESF Untuk
Listrik Pedesaan
Salah satu cara penyediaan energi listrik alternatif
yang siap untuk diterapkan secara masal pada saat ini adalah menggunakan suatu
sistem teknologi yang diperkenalkan sebagai Sistem Energi Surya Fotovoltaik
(SESF) atau secara umum dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Fotovoltaik (PLTS Fotovoltaik). Sebutan SESF merupakan istilah yang telah
dibakukan oleh pemerintah yang digunakan untuk mengidentifikasikan suatu sistem
pembangkit energi yang memanfaatkan energi matahari dan menggunakan teknologi
fotovoltaik. Dibandingkan energi listrik konvensional pada umumnya, SESF terkesan
rumit, mahal dan sulit dioperasikan. Namun dari pengalaman lebih dari 15 tahun
operasional di beberapa kawasan di Indonesia, SESF merupakan suatu sistem yang
mudah didalam pengoperasiannya, handal, serta memerlukan biaya pemeliharaan dan
operasi yang rendah menjadikan SESF mampu bersaing dengan teknologi
konvensional pada sebagian besar kondisi wilayah Indonesia yang terdiri atas
pulau - pulau kecil yang sulit dijangkau dan tergolong sebagai kawasan
terpencil.
Selain itu SESF merupakan suatu teknologi yang bersih
dan tidak mencemari lingkungan. Beberapa kondisi yang sesuai untuk penggunaan
SESF antara lain pada pemukiman desa terpencil, lokasi transmigrasi,
perkebunan, nelayan dan lain sebagainya, baik untuk penerangan rumah maupun
untuk fasilitas umum. Akan tetapi sesuai dengan perkembangan jaman, pada saat
ini di negara-negara maju penerapan SESF telah banyak digunakan untuk suplai
energi listrik di gedung-gedung dan perumahan di kota-kota besar.
Mengingat peran dan fungsinya, teknologi fotovoltaik
mempunyai sifat yang sangat fleksibel dalam teknik rancang bangun dan
pemanfaatannya. Aplikasi modul ini dapat diterapkan untuk pemasangan individual
maupun kelompok sehingga dapat dilakukan dengan swadaya perorangan, masyarakat,
perusahaan atau dikoordinir oleh PLN. Dalam hal pendanaan; proyek fotovoltaik
menjadi sangat mungkin untuk menjadi sarana bantuan/kerjasama luar negeri,
partisipasi perusahaan maupun golongan (community development) untuk mendukung
program listrik pedesaan atau penyediaan jasa energi seperti:
a.
Listrik untuk
penerangan rumah tangga
b.
Jasa energi untuk
fasilitas umum: Pompa/penjernihan air, Rumah peribadatan, Telepon umum atau
pedesaan, televisi umum, Penerangan jalan dan lainnya
c.
Pemasok energi bagi
fasilitas produksi
d.
Integrasi fotovoltaik
pada bangunan untuk listrik pedesaan
Salah satu pemanfaatan fotovoltaik yang dapat langsung
dipergunakan adalah untuk penyediaan listrik pedesaan terutama pada kawasan
terpencil yang sulit dijangkau. Penerapan SESF dapat dilakukan dengan
pemasangan sistim desentralisasi menggunakan jaringan listrik lokal. Beberapa
faktor penting yang mempengaruhi pemilihan sistim diatas adalah topografi
kawasan, distribusi lokasi perumahan, karakteristik beban serta sistim
pembiayaan yang diterapkan.
Berdasarkan hasil studi Direktorat Jenderal Listrik
dan Pengembangan Energi (DJLPE), konsumsi listrik rata-rata per-rumahtangga
pemakai listrik di pedesaan (1994) tercatat sekitar 64 kWh/tahun. Angka ini
akan setara dengan konsumsi listrik sebesar 175 Wh/hari. Menggunakan angka-angka
yang telah disajikan dimuka, modul fotovoltaik kapasitas 50 Wp dapat memberikan
keluaran listrik rata-rata sebesar 200 Wh/hari. Maka, SESF dengan kapasitas 50
Wp diperkirakan cukup untuk memenuhi konsumsi listrik pada rumah tangga di
pedesaan.
Tingkat ekonomis SESF sistem jaringan pada umumnya
dapat diperbaiki dengan penerapan sistem hibrida (hybrid system), yaitu
mengkombinasikan SESF dengan sistem pembangkit listrik dengan sumber energi
terbarukan lain yang dapat dikembangkan dikawasan tersebut (seperti : energi
angin, mikrohidro, dan biomassa) atau pembangkit listrik konvensional genset
diesel untuk saling mendukung. Sistem ini dinilai paling cocok untuk daerah
pra-elektrifikasi (pre-electrified). Untuk keperluan ini, instalasi
Fotovoltaik-nya dapat dibuat permanen sehingga menjadi sistem interkoneksi atau
dibuat secara mobile untuk dipindahkan ke kawasan lain yang akan dikembangkan.
Beban normal, terutama pada siang hari dapat dipasok
dari modul fotovoltaik, sedangkan beban puncak akan ditanggulangi oleh genset
diesel. Dengan demikian pemakaian sistem disel dapat benar-benar dioptimalkan
sehingga keseluruhan sistem dapat bekerja efisien dan ekonomis. Pada wilayah
yang mempunyai potensi tenaga angin, peranan genset diesel dapat digantikan
oleh pembangkit listrik tenaga angin atau sumber energi terbarukan lainnya.
4.
Prospek Penggunaan
Sel Surya Dibandingkan Energi Lain
Energi baru dan terbarukan mulai mendapat perhatian
sejak terjadinya krisis energi dunia yaitu pada tahun 70-an dan salah satu
energi itu adalah energi surya. Energi itu dapat berubah menjadi arus listrik
yang searah yaitu dengan menggunakan silikon yang tipis. Sebuah kristal
silindris Si diperoleh dengan cara memanaskan Si itu dengan tekanan yang diatur
sehingga Si itu berubah menjadi penghantar. Bila kristal silindris itu dipotong
setebal 0,3 mm, akan terbentuklah sel-sel silikon yang tipis atau yang disebut
juga dengan sel surya fotovoltaik. Sel-sel silikon itu dipasang dengan posisi
sejajar/seri dalam sebuah panel yang terbuat dari alumunium atau baja anti
karat dan dilindungi oleh kaca atau plastik. Kemudian pada tiap-tiap sambungan
sel itu diberi sambungan listrik. Bila sel-sel itu terkena sinar matahari maka
pada sambungan itu akan mengalir arus listrik. Besarnya arus/tenaga listrik itu
tergantung pada jumlah energi cahaya yang mencapai silikon itu dan luas
permukaan sel itu.
Pada asasnya sel surya fotovoltaik merupakan suatu
dioda semikonduktor yang berkerja dalam proses tak seimbang dan berdasarkan
efek fotovoltaik. Dalam proses itu sel surya menghasilkan tegangan 0,5-1 volt
tergantung intensitas cahaya dan zat semikonduktor yang dipakai. Sementara itu
intensitas energi yang terkandung dalam sinar matahari yang sampai ke permukaan
bumi besarnya sekitar 1000 Watt. Tapi karena daya guna konversi energi radiasi
menjadi energi listrik berdasarkan efek fotovoltaik baru mencapai 25% maka
produksi listrik maksimal yang dihasilkan sel surya baru mencapai 250 Watt per
m2 . Dari sini terlihat bahwa PLTS itu membutuhkan lahan yang luas. Hal itu
merupakan salah satu penyebab harga PLTS menjadi mahal. Ditambah lagi harga sel
surya fotovoltaik berbentuk kristal mahal, hal ini karena proses pembuatannya
yang rumit. Namun, kondisi geografis Indonesia yang banyak memiliki daerah
terpencil sulit dibubungkan dengan jaringan listrik PLN. Kemudian sebagai
negara tropis Indonesia mempunyai potensi energi surya yang tinggi. Hal ini
terlihat dari radiasi harian yaitu sebesar 4,5 kWh/m2/hari. Berarti
prospek penggunaan fotovoltaik di masa mendatang cukup cerah. Untuk itulah
perlu diusahakan menekan harga fotovoltaik misalnya dengan cara sebagai
berikut. Pertama menggunakan bahan semikonduktor lain seperti Kadmium Sulfat
dan Galium Arsenik yang lebih kompetitif. Kedua meningkatkan efisiensi sel
surya dari 10% menjadi 15%.
Energi listrik yang berasal dari energi surya pertama
kali digunakan untuk penerangan rumah tangga dengan sistem desentralisasi yang
dikenal denganSolar Home System (SHS), kemudian untuk TV umum,
komunikasi dan pompa air. Sementara itu evaluasi program SHS di Indonesia pada
proyek Desa Sukatani, Bampres, dan listrik masuk desa menunjukkan tanda-tanda
yang menggembirakan dengan keberhasilan penerapan secara komersial. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan sampai tahun 1994 jumlah pemakaian sistem fotovoltaik
di Indonesia sudah mencapai berkisar 2,5-3 MWp. Yang pemakaiannya meliputi
kesehatan 16%, hibrida 7%, pompa air 5%, penerangan pedesaan 13%, Radio dan TV
komunikasi 46,6% dan lainnya 12,4%. Kemudian dari kajian awal BPPT diperoleh
proyeksi kebutuhan sistem PLTS diperkirakan akan mencapai 50 MWp. Sementara itu
menurut perkiraan yang lain pemakaian fotovoltaik di Indonesia 5-10 tahun
mendatang akan mencapai 100 MW terutama untuk penerangan di pedesaan. Sedangkan
permintaan fotovotaik diperkirakan sudah mencapai 52 MWp.
Komponen utama sistem surya fotovoltaik adalah modul
yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya fotovoltaik. Untuk membuat modul
fotovoltaik secara pabrikasi bisa menggunakan teknologi kristal dan thin film.
Modul fotovoltaik kristal dapat dibuat dengan teknologi yang relatif sederhana,
sedangkan untuk membuat sel fotovoltaik diperlukan teknologi tinggi. Modul
fotovoltaik tersusun dari beberapa sel fotovoltaik yang dihubungkan secara seri
dan paralel. Biaya yang dikeluarkan untuk membuat modul sel surya yaitu sebesar
60% dari biaya total. Jadi, jika modul sel surya itu bisa diproduksi di dalam
negeri berarti akan bisa menghemat biaya pembangunan PLTS. Untuk itulah, modul
pembuatan sel surya di Indonesia tahap pertama adalah membuat bingkai (frame),
kemudian membuat laminasi dengan sel-sel yang masih diimpor. Jika permintaan
pasar banyak maka pembuatan sel dilakukan di dalam negeri. Hal ini karena
teknologi pembuatan sel surya dengan bahan silikon single dan poly cristal
secara teoritis sudah dikuasai. Dalam bidang fotovoltaik yang digunakan pada
PLTS, Indonesia ternyata telah melewati tahapan penelitian dan pengembangan dan
sekarang menuju tahapan pelaksanaan dan instalasi untuk elektrifikasi untuk
pedesaan. Teknologi ini cukup canggih dan keuntungannya adalah harganya murah,
bersih, mudah dipasang dan dioperasikan dan mudah dirawat. Sedangkan kendala
utama yang dihadapi dalam pengembangan energi surya fotovoltaik adalah
investasi awal yang besar dan harga per kWh listrik yang dibangkitkan relatif
tinggi, karena memerlukan subsistem yang terdiri atas baterai, unit pengatur
dan inverter sesuai dengan kebutuhannya.
Dalam penerapannya fotovoltaik dapat digabungkan
dengan pembangkit lain seperti pembangkit tenaga diesel (PLTD) dan pembangkit
listrik tenaga mikro hidro (PLTM). Penggabungan ini dinamakan sistem hibrida
yang tujuannya untuk mendapatkan daya guna yang optimal. Pada sistem ini PLTS
merupakan komponen utama, sedang pembangkit listrik lainnya digunakan untuk
mengkompensasi kelemahan sistem PLTS dan mengantisipasi ketidakpastian cuaca
dan sinar matahari. Pada sistem PLTS-PLTD, PLTD-nya akan digunakan sebagai
"bank up" untuk mengatasi beban maksimal. Pengkajian dan penerapan
sistem ini sudah dilakukan di Bima (NTB) dengan kapasitas PLTS 13,5 kWp dan
PLTD 40 kWp.
Penggabungan antara PLTS dengan PLTM mempunyai prospek
yang cerah. Hal ini karena sumber air yang dibutuhkan PLTM relatif sedikit dan
itu banyak terdapa di desa-desa. Untuk itulah pemerintah Indonesia dengan
pemerintah Jepang telah merealisasi penerapan sistem model hidro ini di desa
Taratak (Lombok Tengah) dengan kapasitas PLTS 48 kWp dan PLTM sebesar 6,3 kW.
Pada sistem hibrida antara fotovoltaik dengan Fuel
Cell (sel bahan bakar), selisih antara kebutuhan listrik pada beban dan listrik
yang dihasilkan oleh fotovoltaik akan dipenuhi oleh fuel cell. Controller
berfungsi untuk mengatur fuel cell agar listrik yang keluar sesuai dengan
keperluan. Arus DC yang dihasilkan fuel cell dan arus fotovoltaik digabungkan
pada tegangan DC yang sama kemudian diteruskan ke power conditioning
subsystem (PCS) yang berfungsi untuk mengubah arus DC menjadi arus AC.
Keuntungan sistem ini adalah efisiensinya tinggi sehingga dapat menghemat bahan
bakar, dan kehilangan daya listrik dapat diperkecil dengan menempatkan fuel
cell dekat pusat beban.
5.
Sistem PLTS
PLTS dengan sistem sentralisasi artinya pembangkit
tenaga listrik dilakukan secara terpusat dan suplai daya ke konsumen dilakukan
melalui jaringan distribusi. Sistem ini cocok dan ekonomis pada daerah dengan
kerapatan penduduk yang tinggi. Contohnya PLTS di Desa Kentang Gunung Kidul
mempunyai kapasitas daya 19 kWp, kapasitas baterai 200 volt dan beban berupa
penerangan yang terpasang pada 85 rumah. Sementara itu PLTS dengan sistem
individu daya terpasangnya relatif kecil yaitu sekitar 48-55 Wp. Jumlah daya
sebesar 50 Wp per rumah tangga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan penerangan,
informasi (TV dan Radio) dan komunikasi (Radio komunikasi). Dan sampai tahun 95
sistem ini sudah terpasang sekitar 10.000 unit yang tersebar di seluruh
perdesaan Indonesia dan pengelolaannya yang meliputi pemeliharaan dan
pembayaran dilaksanakan oleh KUD.
Melihat trend harga sel surya yang semakin menurun dan
dalam rangka memperkenalkan sistem pembangkit yang ramah lingkungan,
pemanfaatan PLTS dengan sistem individu semakin ditingkatkan. Pada tahap
pertama direncanakan akan dipasang 36.000 unit SHS selama tiga tahun dengan
prioritas 10 propinsi di kawasan timur Indonesia. Paling tidak ada 5 keuntungan
pembangkit dengan surya fotovoltaik. Pertama energi yang digunakan adalah
energi yang tersedia secara cuma-cuma. Kedua perawatannya mudah dan sederhana.
Ketiga tidak terdapat peralatan yang bergerak, sehingga tidak perlu penggantian
suku cadang dan penyetelan pada pelumasan. Keempat peralatan bekerja tanpa
suara dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Kelima dapat bekerja
secara otomatis.
Pembangkit listrik yang
memanfaatkan energi surya atau lebih umum dikenal dengan Pembangkit Listrik
Tenaga Surya (PLTS) mempunyai beberapa keuntungan yaitu:
a.
Sumber energi yang
digunakan sangat melimpah dan cuma -cuma
b.
Sistem yang
dikembangkan bersifat modular sehingga dapat dengan mudah diinstalasi dan
diperbesar kapasitasnya.
c.
Perawatannya mudah
d.
Tidak menimbulkan
polusi
e.
Dirancang bekerja
secara otomatis sehingga dapat diterapkan ditempat terpencil.
f.
Relatif aman
g.
Keandalannya semakin
baik
h.
Adanya aspek
masyarakat pemakai yang mengendalikan sistem itu sendiri
i.
Mudah untuk
diinstalasi
j.
Radiasi matahari
sebagai sumber energi tak terbatas
k.
Tidak menghasilkan
CO2 serta emisi gas buang lainnya
Salah satu kendala yang dihadapi dengan dalam
pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya adalah Investasi awalnya yang
tinggi dan harga per kWh listrik yang dibangkitkan juga masih relatif tinggi
yaitu Sekitar ($ USD 3 –5 / Wp).
Untuk beberapa kondisi pembangkit listrik tenaga surya
(PLTS) dapat bersaing dengan pembangkit Konvensional Diesel/Mikrohydro, yaitu
pada tempat-tempat terpencil yang sarana perhubungannya masih belum terjangkau
jaringan listrik umum (PLN).
6.
Keuntungan dan
Kerugian Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Kelebihan pembangkit
listrik tenaga surya (PLTS) adalah :
§ Cahaya matahari merupakan energi yang dapat
diperbaharui dan tidak akan habis. Oleh karena melimpahnya ketersediaan cahaya
inilah, pembangkit listrik tenaga surya dapat menjadi pembangkit listrik
alternatif yang dapat menggantikan energi-energi lainnya yang tidak dapat
diperbarui, seperti gas alam, batubara, minyak, nuklir dll.
§ Pembangkit listrik tenaga surya merupakan pembangkit
listrik yang bersih dan ramah lingkungan. Pembangkit ini hanya membutuhkan
cahaya matahari sebagai komponen utama penghasil energi listriknya. Selain itu,
tidak ada limbah keluaran dari hasil proses pembangkitannya. Oleh karena itu,
pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dapat menggantikan pembangkit listrik
lain untuk mengurangi jumlah limbah keluaran yang memiliki dampak negatif bagi
lingkungan, seperti nuklir dan batubara.
§ Umur pemakaian dari komponen penyusunnya, seperti sel
surya, relatif panjang. Sehingga dapat dikatakan bahwa membangun pembangkit
listrik tenaga surya merupakan suatu investasi jangka panjang.
§ Karena bentuknya yang sederhana dan ringkas, maka
pembangkit listrik tenaga surya mudah dalam pemasangan dan juga mudah dalam
perawatannya.
§ Jika dipasang secara individual (satu rumah satu
sistem). Rumah yang berjauhan sekalipun tidak memerlukan jaringan kabel
distribusi. Selin itu, gangguan pada satu sistem tidak mengganggu sistem
lainnya.
Kerugian pembangkit
listrik tenaga surya (PLTS) :
·
Proses pembangkitan
hanya dapat dilakukan pada siang hari. Lebih buruk lagi bila proses
pembangkitan dilakukan pada musim penghujan. Langit sering kali ditutupi oleh
awan. Sehingga besarnya cahaya matahari yang akan dikonversi ke energi listrik
tidak optimal.
·
Bahan pembuatan
komponen pembangkit listrik tenaga surya masih berharga mahal. Terutama untuk
tipe sel fotovoltaik.
Dampak PLTS Terhadap Lingkungan
a)
Gas Rumah Kaca
Siklus hidup emisi gas rumah kaca
pembangkit listrik tenaga surya saat ini berada di kisaran 25-32 g/kWh dan ini
bisa turun menjadi 15 g/kWh di masa yang akan datang. Sebagai perbandingan,
PLTGU batubara menghasilkan 400-599 g/kWh, pembangkit listrik berbahan bakar
minyak menghasilkan 893 g/kWh, pembangkit listrik batu bara menghasilkan
915-994 g/kWh atau dengan penangkapan dan penyimpanan karbon sekitar 200 g/kWh,
dan pembangkit listrik panas bumi temperatur tinggi menghasilkan 91-122 g/kWh.
Hanya pembangkit listrik tenaga angin dan panas bumi temperatur rendah yang
menghasilkan lebih baik, yaitu 11 g/kWh dan 0-1 g/kWh.
Untuk beberapa pembangkit listrik tenaga
nuklir, siklus hidup beberapa emisi gas rumah kaca yang dihasilkan, termasuk
energi yang dibutuhkan untuk menambang uranium dan energi pembangunan
pembangkit listrik serta dekomisioning, adalah di bawah 40 g/kWh, namun
beberapa pembangkit nuklir lainnya menghasilkan jauh lebih tinggi.
b)
Kadmium
Salah satu isu yang sering menjadi
keprihatinan adalah penggunaan kadmium dalam sel surya cadmium telurida (CdTe).
Kadmium dalam bentuk logam adalah zat beracun yang memiliki kecenderungan untuk
terakumulasi dalam rantai makanan ekologi. Jumlah kadmium yang digunakan pada
film tipis modul Photovoltaic (PV) relatif kecil, yaitu 5-10
g/m². Dengan teknik kontrol emisi yang tepat, emisi kadmium dari produksi modul
dapat ditekan menjadi nol. Saat ini teknologi PV menyebabkan emisi kadmium
sebesar 0,3-0,9 mikrogram/kWh dalam satu siklus hidup. Sebagian besar emisi
tersebut muncul melalui penggunaan pembangkit listrik tenaga batubara dalam
pembuatan modul. Pembakaran batubara dan lignit menyebabkan emisi kadmium jauh
lebih tinggi. Kadmium dari batubara adalah 3,1 mikrogram/kWh, lignit 6,2
mikrogram/ kWh dan gas alam 0,2 mikrogram/kWh.
Jika listrik yang dihasilkan oleh panel
fotovoltaik digunakan untuk pembuatan modul, bukan listrik yang berasal dari
pembakaran batubara, emisi kadmium dari penggunaan batu bara dalam proses
produksi dapat dihilangkan seluruhnya.
refrensi
Holladay, April. Solar Energy. Microsoft
Encarta 2006 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2005.
Wikipedia.org. Solar Cell.
http://en.wikipedia.org/wiki/Solar_cell. Disunting tanggal 22 November
2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar